Sabtu, 29 Maret 2008

OBSERVASI PEDAGANG KAKI LIMA DAN PETANI

PEDAGANG BUKU


Kota adalah sebuah tempat yang cocok jika digunakan sebagai tempat bersandar. Karena di sanalah sendi-sendi kehidupan bergerak kemudian berlari. Sendi politik, sendi ekonomi, sendi sosial, sendi budaya, dan sendi pertahanan dan keamanan. Tetapi yang akan dibahas kali ini adalah sendi ekonomi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sendi ekonomi adalah sendi yang masih sulit untuk berlari. Kalaupun berlari hanya sesaat tertatih kemudian jatuh lagi. Itulah gambaran yang tepat barangkali. Namun demikian, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Semua bisa terjadi karena kita tidak tahu tentang suatu rahasia.

Pedagang kaki lima adalah salah seorang pedagang kaki lima yang gigih dalam mencari uang. Pedagang itu rela mangkal di pinggir sebuah toko sepeda tepatnya terletak di Kartasura untuk hidup. Pedagang itu adalah ibu setengah baya yang berjilbab. Dilihat dari wajahnya ibu itu adalah tipe orang yang sabar dan ketika sedang menunggu orang datang membeli bukunya, dia selalu membawa buku tipis kesayangannya. Apakah buku tipis kesayangannya itu? Jawabannya adalah buku TTS ( Teka-Teki Silang ). Agaknya itu dilakukan untuk mengisi waktu luangnya agar tidak terbuang percuma. Ibu itu tidak membawa banyak peralatan ketika berjualan kecuali sebuah kalkulator untuk berhitung dan sebuah kursi plastik untuk duduk. Peralatan tersebut selalu ada karena merupakan peralatan penting yang dibutuhkan oleh pedagang tersebut.

Pedagang buku itu menjual beraneka ragam buku buku SD, buku SMP, dan buku-buku umum. Buku tersebut tidak semuanya baru ada juga yang bekas. Kebanyakan orang lebih memilih buku bekas karena selain harganya murah, kualitasnya juga bagus. Perilaku khas dari pedagang buku tersebut adalah menawarkan barang dagangannya dengan keramahtamahan.

Pedagang buku tersebut sebenarnya merupakan orang pendiam. Tapi tetap saja, jika ada orang yang melintas di depannya dia segera menawarkan buku-bukunya. Suara khas dari pedagang buku tersebut adalah suara lembut dan yang merayu. Contohnya seperti ini,

“ monggo bu mundhut buku menapa? mriki buku napa mawon enten lhe “. Dengan rayuan seperti itu kadang- kadang orang yang tidak berniat membeli buku menjadi datang dan melihat buku-buku tersebut. Karena disitu ada kata “ mriki buku napo mawon wonten “ yang artinya bahwa buku apa saja disitu ada maka pembeli menjadi tertarik untuk membeli. Tetapi kadang rayuan itu tidak dihiraukan oleh orang yang lewat, karena mereka tergesa-gesa dan benar-benar tidak butuh buku.

Pedagang buku tersebut mangkal diposisi yang strategis. Posisi pedagang tersebut berada di pinggir lingkungan yang ramai. Tepatnya berada dipinggir jalan raya, yaitu jalan menuju pasar. Jadi banyak orang yang yang berlalu lalang di sana, entah untuk pergi ke pasar atau toko-toko lain yang ada di dekat pasar. Tetapi pastinya posisi pedagang tersebut tepat sasaran.

Suasana yang dapat ditangkap dari lingkungan kerja pedagang buku tersebut adalah sesak. Karena di sana terlalu banyak orang yang lewat. Letaknya di pinggir jalan juga membuat iklimnya tidak begitu nyaman, juga panas dan berdebu karena dekat dengan jalan raya. Tetapi jika dilihat dari segi buku-buku yang dijualnya buku tersebut tersusun baik dan rapi. Jadi wajar jika ada orang yang tertarik dan kemudian membeli buku dari pedagang tersebut.


PETANI


Indonesia adalah negara agraris dan negara yang kaya akan berbagai sumber daya alam. Sudah sepantasnya kita bersyukur atas limpahan rahmat dan karunia yang begitu besar kepada Tuhan, yaitu dengan cara menghargai segala sesuatu yang telah kita punya dan menjaga dengan sebaik-baiknya. Karena akan sangat bermanfaat jika segala sesuatu diberdayakan sesuai fungsinya.

Salah satu orang yang perlu kita beri penghargaan atas dedikasinya yang tinggi terhadap bangsa ini adalah seorang petani. Petani yang berasal dari sebuah desa yang jauh nan elok pemandangannya. Petani yang telah berjuang menghasilkan bulir-bulir padi demi dirinya dan orang lain. Karena tanpa ada dia kita tidak akan pernah bisa menjumpai nasi.

Petani yang gigih itu setiap hari pergi ke sawah miliknya. Berbekal kemauan keras dan semangat, petani itu menapaki sawahnya. Ketika pergi ke sawahpun dengan alat-alat sederhana yaitu sabit, karena pagi itu dia ingin menengok sawahnya apakah tumbuh dengan baik atau tidak dan memeriksa apakah ada gulma di sekelilingnya.Sehingga jika ada, dia langsung bisa membasmi daur hidup gulma tersebut akhirnya tidak ada lagi gulma yang tumbuh dan hasil panennya nanti akan berkualitas. Kegiatan petani di pagi hari hari setelah menyiangi padinya adalah duduk sebentar di sawah tetapi bukan mengairi sawahnya. Air telah mengucur deras dari celah pinggir sawah. Karena telah ada irigasi di sawahnya, jadi tidak perlu diairi air lagi. Pak tani kemudian menjaga sawahnya dari sambil duduk di bawah pohon besar dan rindang. Pak tani menjaga sawahnya dari gangguan burung-burung pemakan padi yang berkeliaran. Untuk menjaga sawahnya pak tani menggunakan dua alat,yaitu plencung dan orang-orangan sawah. Plencung adalah alat pengusir burung sederhana yang terbuat dari bambu yang ujungnya dipangkas. Cara menggunakannya adalah dengan memasukkan plencung ke dalam tanah sawah yang lunak kemudian diangkat dan dilempar ke arah burunh-burung yang ingin memakan padinya. Orang-orangan sawah dibuat oleh pak tani dari bambu yang dibentuk tanda silang kemudian diberi pakaian dan caping. Orang-orangan sawah tersebut diberi tampar yang cara penggunaannya ditarik, jadi bisa bergerak dan kesannya seperti orang sungguhan. Dan ketika menggunakan pak tani sambil berteriak “sah-sah”dengan keras. Itu dilakukan untuk menjaga padi-padinya karena padi-padinya itulah kehidupannya.

Posisi sawah petani disebuah desa kecil tersebut adalah di dekat jalan. Jadi ini sangatlah menguntungkan bagi petani tersebut. Karena akses keluar sangatlah mudah, hanya berjalan kaki saja, dan juga sawah petani tersebut dekat dengan tempat penyewaan mesin pemisah gabah. Jadi hal ini memudahkan petani tersebut ketika musim panen tiba.

Lingkungan sawah petani itu sangatlah nyaman. Hamparan sawah dengan warna hijau beserta gunung yang terlihat dari jauh menjadikannya semakin indah dipandang mata. Hawa di sekitar sangat sejuk karena udaranya belum tercemar oleh polusi. Semilir bayu berhembus dan daun-daun bergoyang mengikuti iramanya. Serta alunan gemercik air menjadikan alam pedesaan tempat sawah itu berada terkesan sangat tenang dan damai di hati. Sungguh betapa nyaman tempat itu.



WAWANCARA PEDAGANG PASAR DAN TUKANG BECAK

PEDAGANG BUAH PISANG


Fajar pagi yang cerah adalah awal yang indah untuk memulai segala macam aktivitas. Karena pagi hari itu masih sangat hening dan sepi, sehingga akan membawa dampak positif terhadap otak kita. Jika ingin melakukan apa saja enak, begitu kira-kira efeknya. Seperti itu juga efeknya jika seorang pedagang memulai rutinitasnya di pagi hari, kata mereka jika ingin mendapat banyak rejeki maka bangunlah pada pagi hari.

Seorang yang bangun pada pagi hari dan memulai aktifitasnya itu adalah ibu pedagang buah pisang. Ibu itu bernama ibu asih. Ibu asih berangkat pagi-pagi sekali dari rumahnya Tawangmangu. Tawangmangu adalah rumah asli dari ibu asih. Dia orang asli Tawangmangu karena bapak dan ibunya juga berasal dari situ. Ibu asih dan suaminya dikaruniai dua orang anak , laki-laki dan perempuan. Anak perempuan sudah menikah dan dikaruniai satu putri. Sedangkan, anak laki-lakinya masih duduk di bangku SMA, yaitu salah satu SMA di Tawangmangu.jadi Ibu Asih memiliki satu cucu.

Ibu Asih telah berdagang buah pisang di pasar Kartasura selama 15 tahun. Menurut ibu Asih 15 tahun bukanlah suatu waktu yang singkat. Pahit dan getirnya berjualan buah pisang sudah dirasakan ibu dua anak ini. Tetapi ibu Asih pantang menyerah. Dia begitu gigih berjuang demi keluarganya. Sebelum berdagang pisang ibu Asih pernah berjualan sembako di rumahnya. Tetapi karena dagangannya banyak yang dihutang oloh tetangganya dan kadang tidak dikembalikan maka dia beralih profesi menjadi pedagang buah pisang. Dagangan pisang ibu Asih ini bukan berasal dari Tawangmangu tapi berasal dari Malang., Jawa Timur. Ibu Asih memilih berjualan buah pisang karena menurutnya pisang adalah salah satu buah favorit orang Jawa, khususnya di sini yaitu Kartasura. Sedikit sekali orang yang tidak suka buah pisang, kebanyakan orang menyukai karena dari segi vitamin pisang adalah buah yang mengandung berbagai macam vitamin, selain itu pisang harganya terjangkau jadi bisa dibeli oleh orang lapisan manapun.


Pendapat ibu Asih mengenai pekerjaannya sebagai pedagang buah pisang di pasar kartasura adalah bahwa berdagang ini adalah pekerjaan yang menyenangkan. Ibu Asih merasa senang berjualan karena menurutnya dengan melakukan ini dia telah membantu orang untuk menjadi lebih bahagia hidupnya. Karena dia pernah mendengar suatu ilmu dari radio bahwa makan pisang bisa mengaktifkan suatu hormon penyebab gembira. Jadi singkatnya jika makan pisang bisa membantu kita menjadi pribadi yang ceria,akhirnya menjadi bahagia.

Sebagai seorang pedagang buah pisang tentu Ibu Asih memiliki sebuah cita-cita. Ibu Asih bercita-cita ingin menjadi orang sukses. Jadi Ibu Asih ingin menjadi pedagang pisang yang sukses atau menjadi pedagang pisang besar. Tapi dari semua yang telah ada, ibu Asih tetap bersyukur atas karunia dan nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa.


SEORANG TUKANG BECAK


Pagi itu matahari bersinar cerah menerangi seluruh alam. Tak pandang bulu yang kuat maupun yang lemah, yang miskin maupun yang kaya semuanya mendapat sinarnya. Sinar yang begitu terang dan menentremkan hati seorang insane. Layaknya seorang tukang becak di sini adalah seorang yang beruntung. Karena semenjak dia lahir sampai sekarang ini rahmat selalu dia dapatkan. Sehingga dia memiliki hati yang tenteram lagi baik.

Tukang becak ini adalah seorang bapak setengah baya. Badannya cukup besar dan kekar karena setiap harinya dia berolahraga untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Olahraga yang dia lakukan tersebut adalah mengayuh becaknya kemanapun penumpang ingin tuju. Tidak ada pekerjaan lain karena hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang.

Tukang becak itu bernama bapak Mardi. Dia berdomisili di Kartasura. Pak Mardi ini sebenarnya bukan orang Kartasura asli. Tempat kelahirannya adalah di daerah Simo, Kabupaten Boyolali. Tetapi karena bekerja di sini maka dijadikan tempat tinggalnya juga. Sebab istri Pak Mardi adalah orang Kartasura asli. Pak mardi memiliki tiga orang anak. Satu anak laki-laki dan dua anak perempuan. Sekarang dia telah memiliki dua cucu dari anak perempuannya.

Pak Mardi ketika masih tinggal di Simo adalah seorang pemain karawitan. Dia sering dipanggil orang yang sedang mempunyai hajatan bersama-sama temannya yang lain. Tetapi, lama kelamaan permainan karawitan itu ditinggalkan. Banyak orang yang lebih menyukai musik baru seperti campursari. Jadi, dengan begitu pekerjaan penghibur sebagai pemain karawitan ia tinggalkan. Walaupun itu berat untuknya karena menurutnya karawitan adalah salah satu kesenian Jawa yang perlu dilestarikan. Tetapi apa daya, dari pada dia menganggur maka dia putuskan untuk pergi keluar daerah untuk mencari pekerjaan baru dan kemudian dari situ mulailah Pak mardi mencoba menjadi tukang becak. Karena menurutnya pekerjaan itulah yang bisa dia andalkan untuk mencari uang. Tetapi setelah pekerjaan tukang becak dirasa telah banyak yang menggelutinya maka dia dan istrinya beralih profesi menjadi penjual tahu kupat di pasar. Pesanan demi pesanan datang,tetapi lama-kelamaan redup juga. Karena semakin marak persaingan antar pedagang. Banyak pedagang baru yang bermunculan dengan membawa sesuatu yang lebih berbeda dari produk makananya. Semakin sepi pembeli membuat dia memutuskan untuk menarik becak lagi. Sedangkan istrinya berjualan rokok dan kebutuhan sehari-hari di rumah dan itu semua berlanjut sampai sekarang.

Pendapat Pak Mardi mengenai pekerjaanya adalah suatu anugerah dari Tuhan yang perlu disyukuri. Pak Mardi tetap bangga terhadap pekerjaannya itu karena dari situlah keluarganya dapat hidup. Karena bagaimanapun segala sesuatu itu harus disyukuri menurut Pak Mardi sehimgga kita akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari Tuhan.

Cita-cita yang dimiliki Pak Mardi tidaklah bermuluk-muluk. Dia hanya ingin membahagiakan keluarganya dan menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Tetapi, dari semuanya itu seperti yang dikatakan tadi Pak Mardi tetap mensyukuri apapun yang diberikan oleh Tuhan.

Rabu, 19 Maret 2008

Sesuatu yang kecil mempunyai makna yang besar

Sesuatu yang kecil mempunyai makna yang besar...
Itulah yang kudapat kemarin...
Sesungguhnya sahabatku janganlah kau anggap remeh apapun...
Sekecil apapun...
Karena sebenarnya semuanya bermakna ....

Selasa, 18 Maret 2008

Sesuatu yang kita lihat bisa kita pelajari

Sahabat sesungguhnya segala sesuatu yang kita lihat bisa kita pelajari...
Apapun itu.....
Sebuah pengalamanku mengajarkan seperti itu...
Kita tidak boleh merasa lelah!
Jangan pernah berhenti untuk berharap!
Karena sahabat segala sesuatu telah tertuliskan
Semua yang terjadi adalah yang terbaik dari yang terbaik....
Semangat!!!!!