Sabtu, 29 Maret 2008

WAWANCARA PEDAGANG PASAR DAN TUKANG BECAK

PEDAGANG BUAH PISANG


Fajar pagi yang cerah adalah awal yang indah untuk memulai segala macam aktivitas. Karena pagi hari itu masih sangat hening dan sepi, sehingga akan membawa dampak positif terhadap otak kita. Jika ingin melakukan apa saja enak, begitu kira-kira efeknya. Seperti itu juga efeknya jika seorang pedagang memulai rutinitasnya di pagi hari, kata mereka jika ingin mendapat banyak rejeki maka bangunlah pada pagi hari.

Seorang yang bangun pada pagi hari dan memulai aktifitasnya itu adalah ibu pedagang buah pisang. Ibu itu bernama ibu asih. Ibu asih berangkat pagi-pagi sekali dari rumahnya Tawangmangu. Tawangmangu adalah rumah asli dari ibu asih. Dia orang asli Tawangmangu karena bapak dan ibunya juga berasal dari situ. Ibu asih dan suaminya dikaruniai dua orang anak , laki-laki dan perempuan. Anak perempuan sudah menikah dan dikaruniai satu putri. Sedangkan, anak laki-lakinya masih duduk di bangku SMA, yaitu salah satu SMA di Tawangmangu.jadi Ibu Asih memiliki satu cucu.

Ibu Asih telah berdagang buah pisang di pasar Kartasura selama 15 tahun. Menurut ibu Asih 15 tahun bukanlah suatu waktu yang singkat. Pahit dan getirnya berjualan buah pisang sudah dirasakan ibu dua anak ini. Tetapi ibu Asih pantang menyerah. Dia begitu gigih berjuang demi keluarganya. Sebelum berdagang pisang ibu Asih pernah berjualan sembako di rumahnya. Tetapi karena dagangannya banyak yang dihutang oloh tetangganya dan kadang tidak dikembalikan maka dia beralih profesi menjadi pedagang buah pisang. Dagangan pisang ibu Asih ini bukan berasal dari Tawangmangu tapi berasal dari Malang., Jawa Timur. Ibu Asih memilih berjualan buah pisang karena menurutnya pisang adalah salah satu buah favorit orang Jawa, khususnya di sini yaitu Kartasura. Sedikit sekali orang yang tidak suka buah pisang, kebanyakan orang menyukai karena dari segi vitamin pisang adalah buah yang mengandung berbagai macam vitamin, selain itu pisang harganya terjangkau jadi bisa dibeli oleh orang lapisan manapun.


Pendapat ibu Asih mengenai pekerjaannya sebagai pedagang buah pisang di pasar kartasura adalah bahwa berdagang ini adalah pekerjaan yang menyenangkan. Ibu Asih merasa senang berjualan karena menurutnya dengan melakukan ini dia telah membantu orang untuk menjadi lebih bahagia hidupnya. Karena dia pernah mendengar suatu ilmu dari radio bahwa makan pisang bisa mengaktifkan suatu hormon penyebab gembira. Jadi singkatnya jika makan pisang bisa membantu kita menjadi pribadi yang ceria,akhirnya menjadi bahagia.

Sebagai seorang pedagang buah pisang tentu Ibu Asih memiliki sebuah cita-cita. Ibu Asih bercita-cita ingin menjadi orang sukses. Jadi Ibu Asih ingin menjadi pedagang pisang yang sukses atau menjadi pedagang pisang besar. Tapi dari semua yang telah ada, ibu Asih tetap bersyukur atas karunia dan nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa.


SEORANG TUKANG BECAK


Pagi itu matahari bersinar cerah menerangi seluruh alam. Tak pandang bulu yang kuat maupun yang lemah, yang miskin maupun yang kaya semuanya mendapat sinarnya. Sinar yang begitu terang dan menentremkan hati seorang insane. Layaknya seorang tukang becak di sini adalah seorang yang beruntung. Karena semenjak dia lahir sampai sekarang ini rahmat selalu dia dapatkan. Sehingga dia memiliki hati yang tenteram lagi baik.

Tukang becak ini adalah seorang bapak setengah baya. Badannya cukup besar dan kekar karena setiap harinya dia berolahraga untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Olahraga yang dia lakukan tersebut adalah mengayuh becaknya kemanapun penumpang ingin tuju. Tidak ada pekerjaan lain karena hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang.

Tukang becak itu bernama bapak Mardi. Dia berdomisili di Kartasura. Pak Mardi ini sebenarnya bukan orang Kartasura asli. Tempat kelahirannya adalah di daerah Simo, Kabupaten Boyolali. Tetapi karena bekerja di sini maka dijadikan tempat tinggalnya juga. Sebab istri Pak Mardi adalah orang Kartasura asli. Pak mardi memiliki tiga orang anak. Satu anak laki-laki dan dua anak perempuan. Sekarang dia telah memiliki dua cucu dari anak perempuannya.

Pak Mardi ketika masih tinggal di Simo adalah seorang pemain karawitan. Dia sering dipanggil orang yang sedang mempunyai hajatan bersama-sama temannya yang lain. Tetapi, lama kelamaan permainan karawitan itu ditinggalkan. Banyak orang yang lebih menyukai musik baru seperti campursari. Jadi, dengan begitu pekerjaan penghibur sebagai pemain karawitan ia tinggalkan. Walaupun itu berat untuknya karena menurutnya karawitan adalah salah satu kesenian Jawa yang perlu dilestarikan. Tetapi apa daya, dari pada dia menganggur maka dia putuskan untuk pergi keluar daerah untuk mencari pekerjaan baru dan kemudian dari situ mulailah Pak mardi mencoba menjadi tukang becak. Karena menurutnya pekerjaan itulah yang bisa dia andalkan untuk mencari uang. Tetapi setelah pekerjaan tukang becak dirasa telah banyak yang menggelutinya maka dia dan istrinya beralih profesi menjadi penjual tahu kupat di pasar. Pesanan demi pesanan datang,tetapi lama-kelamaan redup juga. Karena semakin marak persaingan antar pedagang. Banyak pedagang baru yang bermunculan dengan membawa sesuatu yang lebih berbeda dari produk makananya. Semakin sepi pembeli membuat dia memutuskan untuk menarik becak lagi. Sedangkan istrinya berjualan rokok dan kebutuhan sehari-hari di rumah dan itu semua berlanjut sampai sekarang.

Pendapat Pak Mardi mengenai pekerjaanya adalah suatu anugerah dari Tuhan yang perlu disyukuri. Pak Mardi tetap bangga terhadap pekerjaannya itu karena dari situlah keluarganya dapat hidup. Karena bagaimanapun segala sesuatu itu harus disyukuri menurut Pak Mardi sehimgga kita akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari Tuhan.

Cita-cita yang dimiliki Pak Mardi tidaklah bermuluk-muluk. Dia hanya ingin membahagiakan keluarganya dan menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Tetapi, dari semuanya itu seperti yang dikatakan tadi Pak Mardi tetap mensyukuri apapun yang diberikan oleh Tuhan.

Tidak ada komentar: